LEMBAH MUBARAK
Sabtu, 20 Agustus 2011
Ungkapan Kesedihan "Rasul Akhir Zaman"
Jumat, 19 Agustus 2011
Bagaimana Cara Menjadi Sayyid dan Habib Hakiki Menurut Al-Quran
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
BAGAIMANA CARA MENJADI SAYYID DAN HABIB YANG HAKIKI MENURUT AL-QURAN
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
اَلَّذِیۡنَ یَجۡتَنِبُوۡنَ کَبٰٓئِرَ الۡاِثۡمِ وَ الۡفَوَاحِشَ اِلَّا اللَّمَمَ ؕ اِنَّ رَبَّکَ وَاسِعُ الۡمَغۡفِرَۃِ ؕ ہُوَ اَعۡلَمُ بِکُمۡ اِذۡ اَنۡشَاَکُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ وَ اِذۡ اَنۡتُمۡ اَجِنَّۃٌ فِیۡ بُطُوۡنِ اُمَّہٰتِکُمۡ ۚ فَلَا تُزَکُّوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ ؕ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنِ اتَّقٰی ﴿۳۳﴾
Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji kecuali kesalahan-kesalahan kecil yang tidak sengaja. Sesungguhnya Tuhan engkau Maha Luas pengampunan-Nya. Dia lebih mengetahui mengenai diri kamu ketika Dia menciptakanmu dari bumi (tanah) dan ketika kamu berupa janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu menganggap dirimu sendiri suci , Dia Maha Maha Mengatahu siapa yang bertakwa. (Al-Najm [53]:33).
Yang penulis ketahui mengenai sebutan orang-orang suci di zaman Nabi Besar Muhammad saw. – khususnya ahli bait beliau saw. – adalah sebutan sayyid, bukan habib, karena itu penulis tidak pernah mendengar atau pun membaca tulisan mengenai misalnya mengenai Ali bin Abi Thalib r.a., yang termasuk Ahli Bait Nabi Besar Muhammad saw., beliau disebut Habib Ali bin Abi Thalib r.a., yang sering dijumpai penulis adalah sebutan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib r.a., atau sebutan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a., atau Sayyidina Umar bin Khatthab r.a., atau Sayyidina ‘Ustman bin ‘Affan r.a., bahkan sebagai penghormatan seorang sahabah berkulit hitam yang suara terompahnya telah terdengar di dalam surga oleh Nabi Besar Muhammad saw. disebut Sayyidina Bilal r.a..
Di kalangan Bani Israil pun upaya membangga-banggakan diri atau keturunan atau leluhur seperti itu Terjadi juga, bahkan lebih hebat dari pengakuan s ebagai habib (habaib), yaitu pendakwaan: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ وَ النَّصٰرٰی نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ قُلۡ فَلِمَ یُعَذِّبُکُمۡ بِذُنُوۡبِکُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿۱۹﴾
Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani berkata: “Kami kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya” Katakanlah hai Rasulullah: “Jika benar demikian, lalu mengapa Dia mengazab kamu karena dosa-dosamu?” Tidak, bahkan kamu adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah diciptakan oleh-Nya.” Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan Dia menghukum siapa yang Dia kehendaki, dan milik Allah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya kembali (Al-Māidah [5]:19).
Pentingnya Memiliki Ketakwaan
Allah Ta’ala tidak pernah memiliki hubungan khusus dengan manusia – baik secara perorangan mau pun secara kaum (bangsa) – oleh karena itu di kalangan umat manusia tidak ada satu pun manusia atau suatu kaum yang secara khusus merupakan manusia (orang) atau kaum (bangsa) yang paling dicintai Allah Ta’ala, kecuali orang-orang yang paling bertakwa di antara manusia (QS.49:14), dalam halnya adalah para Rasul Allah (QS.4:70) khususnya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22; QS. 53:1-19). Firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿۱۴﴾
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada (Al Hujurāt [49:14).
Sehubungan dengan firman Allah tersebut tersebut, Nabi Besar Muhammad saw. pada peristiwa Hajji Wada (Haji Terakhir) memberikan nasihat kepada para Sahabah ra. sebagai berikut:
“Wahai sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapakmu satu jua adanya. Seorang Arab tidak memiliki kelebihan atas orang-orang bukan-Arab. Seorang berkulit putih sekali-kali tidak memiliki kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang berkulit merah tidak memiliki kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih, melainkan kelebihannya adalah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia. Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.” (Baihaqi).
Janji Allah Kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Keturunannya
Ketakwaan suatu bangsa itu pulalah yang dijadikan landasan untuk berlakunya janji Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim a.s. ketika Allah Ta’ala menyatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. – akibat kepatuh-taatnnya yang sempurna kepada perintah Allah Ta’ala – akan menjadikan beliau sebagai imam bagi umat manusia. Dan ketika Nabi Ibrahim a.s. memohon agar janji tersebut berlaku pula bagi anak-keturunan jasmani beliau maka Allah Ta’ala dengan tegas menjawab: Laa yanaalu ‘ahdizh- zhaalimiin – janji-Ku tidak mencapai (tidak berlaku) bagi orang-orang yang zalim!” (QS.2:125).
Itulah sebabnya dalam kalangan keturunan Nabi Ibrahim a.s. telah berlaku pula Sunnatullah mengenai penggantian suatu kaum oleh kaum lainnya ketika yang yang terpilih sebelumnya mulai melakukan berbagai bentuk kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya (QS.7:35-37), termasuk Bani Israil dan Bani Ismail (Bangsa Arab). Jadi, jika demikian kenyataannya apalah artinya membangga-banggakan pengakuan bahwa: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya” atau “kami adalah golongan habaib yang memiliki nasab kepada Nabi Besar Muhammad saw..” Jawaban Allah Ta’ala adalah tetap sama: Laa yanaalu ‘ahdizh- zhaalimiin – janji-Ku tidak mencapai (tidak berlaku) bagi orang-orang yang zalim!” (QS.2:125).
Satu-satunya cara untuk menjadi “habib (habaib)” yang hakiki yang berlaku bagai seluruh umat manusia – bukan khusus hanya bagi orang-orang Timur Tengah -- adalah firman Allah Ta’ala berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿۳۱﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿۳۲﴾
Katakanlah hai Rasulullah: “Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, kemudian Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Katakanlah hai Rasulullah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya, lalu jika kamu berpaling sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Ali ‘Imran [3]:32-33).
Menurut Allah Ta’ala, tanda utama bahwa seseorang Muslim benar-benar sangat mencintai Allah Ta’ala dan Nabi Besar Muhammad saw., dan sebagai balasannya adalah ia pun mendapat kecintaan dan keridhaan dari Allah Ta’ala serta restu dari Nabi Besar Muhammad saw. adalah firman-Nya berikut:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿۷۰﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿۷۱﴾
“Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul ini (Rasulullah) maka mereka akan termasuk golongan orang-orang yang kepada mereka Allah memberikan nikmat, yaitu: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syuhada (saksi-saksi) dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sahabat-sahabat yang sejati. Inilah karunia dari Allah dan memadailah Allah sebagai Zat Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisa [4]:70-71).
Nah itulah dia golongan para habaib (habib-habib) atau para sayyid hakiki, di luar keempat golongan yang memperoleh nikmat-nikmat keruhanian dari Allah Ta’ala tersebut yang senantiasa diminta melalui pembacaan Surah Al-Fatihah – apa pun pengakuan mereka adalah maghdbuubi ‘alayhim dan dhaalliin.
ooo0ooo
Pajajaran Anyar 18-10-2010